Sabtu, 11 Februari 2012

HADIRKAN GENERASI RABBANI, BUKAN GENERASI RAMADHANI.


          Bulan Ramadhan yang berlalu bertepatan dengan bulan Agustus tahun lalu, memang istimewa. Apalagi bila di kaitkan dengan kehidupan sebagai bangsa Indonesia, karena ia melanjutkan tradisi-tradisi kemenagan yang begitu fenomenal dalasejarah umat. Seperti kemenangan pada peristiwa Badr Kubra yang disebut Yaumul furqaan, Fath Makkah , Gath Andalus (masuknya Islam ke Andalusia) dan di kalahkanya agresi Mongol oleh Saefuddin Qutuz.
          Kemerdekaan Republik Indonesia, Negara Muslim terbesar di dunia, di proklamirkan pada tanggal 9 Ramadhan 1364 H. bertepatan tanggal 17 agustus 1945. Semoga karenanya kemerdekaan ini juga menghadirkan keberkahan bagi Bangsa Indonesia dan bangsa-bangsa dunia, sebagaimana keeberkahan bulan Ramadhan yang dinyatakan oleh Rasulullah SAW sebagai bulan berkah. Rasulullah SAW bersabda: “Bulan Ramadhan telah menghampiri kelian yang diberkahi, Allah telah mewajibkan atas kalian berpuasa, di dalamnya, pintu-pintu surga dibukakan dan pintu-pintu neraka jahim ditutup…”. (HR. nasa’i).
          Betapa pun kemerdekaan adalah karunia yang besar dan nikmat yang harus disyukuri. Mudah kita bayangkan, bila kuta memperhatikan nasib saudara-saudara kita kaum muslimin di berbagai belahan dunia yang sampai hari ini masih harus berjuang dengan segala duka dan dukanya. Seperti saudara-saudara kita di palestina, Kosovo dan lain-lainnya. Seemoga Allah selalu menguatkan mereka sert membukakan mata hati dunia untuk mengakui kemerdekaan mereka. Ada juga Negara yang sudah lama merdeka, tetapi gagal untuk mengisi dan menjaga kemerdekaannya, karena konflik distruktif berkepanjangan seperti Somalia dan Libya.
          Alhamdulillah, Indonesia sudah merdeka dari penjajahan Belanda selama 350 tahun dan dari kekuasaan Jepang selama 3,5 tahun dan secara prinsip tetap dapat menjaga kemerdekaannya. Terasa istimewa juga bagi kita, karena 17 Agustus kali ini bertepatan dengan 17 Ramadhan, hari di peringati Nuzulul Qur’an. Suatu peristiwa langka yang mungkin hanya bebarengan satu kali dalam satu abad. Maka dalam konteks kita umat Islam yang ingin mengisi hari-hari bulan Ramadhan dengan mengikuti sunnah Nabi SAW, yang salah satu di antaranya memperbanyak tilawah dan tadabbur Al-Qur’an, tentulah kita sangat berharap bahwa kemerdekaan yang diyakini oleh para Founding father negri ini sebagai sesuatu yang trjadi atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa sebagaimana tercantum dalam alinea ke tiga Pmbukaan UUD RI tahun 1945.


Pemilik sah negri ini
          Tentulah sudah sangat semestinya pula bila umat Islam pemilik sah negeri ini yang juga sudah sangat terlibat dalam menghadirkan dan menjaga proklamasi kemerdekaan tersebut, untuk dapat mengisi kemerdekaan ini dengan nilai-nilai yang diajarkan Alquran da disunnahkan oleh Rasulullah SAW. Hal itu mestinya mudah kita laksanakan karena di satu pihak umat Islam telah menginternalisasikan nilai-nilai kebajikan Alquran dan As-Sunnah itu selama satu bulan penuh di ramadhan yang lalu.
          Terbukti pula tiada satu pun nilai Islam yang merugikan kepentingan kehidupan keumatan maupun kebangsaan. Tidak satupun tindakan terorisme, korupsi, perusakan lingkungan, dekadensi moral, pengabdian kaum dhuafa yang di benarkan oleh Alquran maupun As-Sunnah. Sebaliknya, nilai nilai Alquran dan As-Sunnah yang telah kita internalisasikan seperti mementingkan realisasi akhlakul karimah, silaturahim, peduli dengan sesame, terutama para dhuafa dan masaakin serta para yatim. Taat kepada ajaran Alquran dan As-Sunnah yang mengharamkan perilaku-perilaku negative tersebut di atas. Berorientasi untuk mewujudkan manusia yang aktif, produktif dan konstruktif  berbasiskan nilai-nilai takwa, nilai-nilai yang justru sangat di perlukan dalam rangka menguatkan pilar-pilar kehidupan kita sebagai umat dan bangsa yang merdeka, berdaulat dan beradab.
          Bulan Ramadhan juga telah mengajarkan kepada kita tentang pembiasaan berbuat dan berperilaku baik. Satu bulan lamanya kita mengamalkan beragam sifat dan sikap positif, yang akhir-akhir ini semakin dirasakan keharusannya untuk dihadirkan, saat masih terus terjadinya korupsi yang merefleksikan adanya ketidak-jujuran dan kelemahan dalam penegakan hokum.


Ketegasan dalam penegakan hukum
          Dengan melaksanakan ibadah shiyam selama satu bulan penuh, mengajarkan kepada kita ketegasan dalam penegakan hukum dan melasanakan syariat Allah dan Sunnah Rasul-Nya. Ternyata hal itu bisa kita lakukan padahal untuk melaksanakan ibadah shiyam dan qiyam itu, kita harus merubah secara revolusioner kebiasaan hidup kita. Kalau selama ini siang hari kita menyantap mekanan dan minuman dan malam hari kita beristirahat demi melaksanakan hukum Allah dan Rasul-Nya, siang hari kita tidak makan dan minum serta malam kita tidak untuk istirahat melainkan untuk beragam aktivitas seperti shalat tarawih, tadarus Alquran, qiyamullail, sahur dan seterusnya.
          Satu bulan lamanya kita di training oleh Allah dan Rasul-Nya dengan melaksanakan ibadah shiyam dan qiyam Ramadhan. Bila kita lulus dan seharusnya memang demikian, sebab tentu kita tidah ingin menjadi kelompok yang oleh Rasulullah SAW disebut sebagai yang tidak mendapatkan apa-apa dari puasa, padahal sudah berlapar-lapar dan berdahaga-dahaga. Sekali lagi, semoga kita lulus mengikuti training Allah dan Rasul-Nya tersebut. Selama Ramadhan kita telah membiasakan diri untuk berbuat dan berperilaku yang baik, jujur dan berani menegakkan hukum. Bahkan berani untuk peduli pada kaum  dhuafa, fuqaraa dan masaakiin dengan silaturrahim, infak zakat fitrah dan zakat maal. Sebab untuk bisa berbuat dan berperilaku positif pun perlu pembiasaan seperti yang dulu pernah di ingatkan oleh sahabat Rasulullah SAW yang terkemuka, Abdullah bin mas’ud RA: “biasakanlah berbuat baik, sebab untuk dapat kontinyu berbuat baik diperlukan pembiasaan”.
          Subhanallah, bila sudah demikian tentulah wajar kita umat Islam Indonisia, kembali melakukan peran sejarah yang sangat penting untuk menyalurkan api harapan dan semangat mengisi kehidupan dan kemerdekaan agar merdeka dari kegelapan korupsi, kezaliman-kezaliman yang lainnya, karena memang begitulah risalah hidup muslim.


Terus dilanjutkan
Bila demikian halnya, maka sudah sangat semestinya pula bila umat Islam pun mengupayakan dengan sungguh-sungguh agar beragam capaian keunggulan yang telah di internalisasikan dengan ibadah selama satu bulan Ramadhan itu dapat terus dilanjutkan pada bulan-bulan sesudah bulan Ramadhan. Apa yang telah kita lakukan itu hendaknya bisa menjadi modal besar dan bisa dikembangkan.
Salah satu tujuan dari disyariatkannya ibadah puasa di bulan Ramadhan yaitu untuk merealisasikan nilai-nilai takwayang diungkapkan dengan ungkapan “la’allakum tattaquun”. Ungkapan yang mempergunakan fiil mudhari, kata kerja yang bersifat jamak, untuk hari ini maupun yang akan datang, adalah bersifat inovatif dan berkelanjutan. Bangsa Indonesia sungguh sangat diuntungkan bila nilai-nilai tersebut memang dapat dilanjutkan pada bulan-bulan di luar Ramadhan. Apalagi bila dikaitkan bahwa bulan Ramadhan adalah bulan Alquran “bulan yang diturunkan di dalamnya Alquran”.
Sejak ayat pertama dari surah pertama yang diwahyukan kepada Muhammad SAW, Alquran telah memberikan sebuah panduan kehidupan yang sangat gamblang dengan adanya keharusan untuk memahami dan mengisi kehidupan dengan nilai-nilai yang islami. Yaitu ketika cara pandang yang sekularistik telah dikoreksi. Yaitu ketika Alqura tidak hanya memerintahkan untuk iqra saja atau bismirabbika saja tanpa dikaitkan secara langsung satu dengan keduanya. Sebab bila memang keduanya di pisahkan akan menghadirkan cara pandang dan perilaku kehidupan sekularistik  yang akan menghadirkan anomali dalam kehidupan seperti melakukan puasa tapi perilakunya tetap korupsi dan lain-lain. Itulah karena Allah pun menggabungkan keduanya sekaligus dengan ungkapan perintahnya yang sangat jelas : “Iqra’ bismirabbika alladziihhalaqaa” dan kemudian diulangi lagu dengan ungkapannya: “Iqra’ warabbukal akram”.


Bersifat imperative
          Karenanya dalm konteks dan teks Alquran, perilaku tersebut bukan sekedar informative, yang boleh diimani atau diingkari. Tetapi bersifat imperative, perintah yang harus di laksanakan , seperti keta melaksanakan shalat, zakat dan puasa, karena adanya perintah untuk itu semua.
          Hal ini penting diseharkan kembali agar kuta nyaman unguk melanjutkan capaian-capaian positif ibadah kita selama satu bulan Ramadhan untuk bisa dilanjutkan pada bulan-bulan berikutnya. Sesungguhnya dengan pendekatan tersebut di atas maka kita semakin yakin bahwa Allah SWT yang kita sembah dan mestunya pula ditaati di bulan-bulan sesudah Ramadhan. Nabi SAW yang sunnahnya dalam Ramadhan begitu bersemangat kita ikuti, itu jugalah tauladan kita di bulan-bulan sesudah Ramadhan. Apa lagi Alquran panduan kehidupan kita yang kit abaca selama bulan Ramadhan sesungguhnya juga adalah Alquran yang sema yang dibaca dan di amalkan oleh para sahabat sehingga menghadirkan masyarakat yang khair ummah yang rahmatan lilaalimin (Q.S. Ali-Imran 3:110). Alquran yang di baca oleh para sahabat itu sama dengan yang kita miliki dan selalu, juga kita baca di bulan-bulan setelah bulan Ramadhan.
          Dengan demikian, maka sangat diharapkan bahwa dengan hadirnya bulan ramadhan itu akidah kita  semakin kokoh dan kuat sehingga hadirlah generasi yang selalu peduli untuk menghadirkan kontribusi yang bermanfaat bagi umat serta solusi yang inovatif bagi beragam problema yang sudah akut di tengah masyarakat baik problem moral, social dan ekonomi. Diharapkan yang akan hadir adalah generasi yang rabbani, yang selalu busa merealisasikan aktifitas-aktifitas takwanya di sepanjang bulan sesudah bulan Ramadhan. Bukan hanya generasi ramadhani yang hanya saleh pada bulan Ramadhan, tetapi salah, karena di luar Ramadhan mereka membiarkan diri kembali dikalahkan oleh setan, yang berwujud jin ataupun manusia yang jahat dan kemudian jauh dari nilai-nilai rabbani.
          Selanjutnya marilah kita perkuat ukhuwwah kita, ketika ada banyak usaha untuk mengadu domba di antara umat Islam dan mari kita hadirkan izzah kita sebagai umat dan bangsa Indonesia di tengah apatisme dan ketidak percayaan diri sebagai bangsa, karena masih terulangnya beragam tragedy penegakan hukum maupun permasalahan, baik social maupun ekonomi.
          Itulah yang dulu secara kreatif para ulama kita telah mewariskan suatu ungkapan yang khas Indonesia; “minal aadin wal faaizin”. Satu doa dan kepercayaan diri bahwa kita bisa kembali menjadi manusia yang bermartabat dan bangsa yang menang. Yaitu dengan mengalahkan beraham bujuk rayu setan yang berbentuk jin maupun manusia yang akan menghadirkan kehancuran bagi masa depan kita sebagai pribadi maupun umat dan bangsa. Kita berharap agar negri kita ini betul-betul menjadi megeri yang baldatun thayyibatunwa rabbun ghafuur. Umatnya akalah umat yang terbaik, karena orientasi kehidupan mereka terus menyebarkan rahmat di bulan Ramadhan da di sepanjang tajun kehidupan umat manusia. Mereka bukan generasi ramadhany saja, tetapi mereka adalah generasi yang rabbaaniy.
          Agar apa yang menjadi kepedulian kita ini bisa mudah di wujudkan, sewajarnya kita selalu berdoa memohon kepada Allah, Dzat yang maha mengabulkan doa, agar Allah SWT memberikan kita kekuatan untuk bisa mengalahkan beragam haling rintang, sehingga kehadiran kita menjadi rabbaniyyuun yang sungguh-sungguh dan bukan sekedar ramadhaaniyyiin saja.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar